BAB I
PENGERTIAN EKSPERIMEN FISIKA
Sebelum mebahas tentang
kegiatan dalam eksperimen fisika perlu kita ketahui pengertian dari fisika.
Ilmu fisika berbeda dengan ilmu yang biologi dan kimia walaupun sama dalam
rumpun Ilmu pengetahuan Alam. Fisika merupakan ilmu yang mempelajari alam. Gejala-gejala alam dari tingkat mikro (atom) sampai makro
(alam semesta, baik pada benda mati maupun hidup.
Fenomena alam yang diamati
adalah variabel fisis yang muncul dari gejala alam. Variabel fisis merupakan
variabel yang terukur secara kuatitatif (dinyatakan dalam angka) bukan secara
kualitatif. Contoh variabel fisis dinyatakan secara kuantitatif adalah jarak
kota A dan B = 100 km bukan dinyatakan jauh atau dekat.
Aktivitas dalam ilmu fisika
diklasifikasikan dalam tiga hal. Pertama Fisika teori, yaitu aktiftas dalam
fisika yang menjelaskan fenomena alam dengan menyelesaikan persamaan matematis,
kedua fisika eksperimen, yaitu mengerjakan lansung atau mengukur keadaan
sebenarnya dari persoalan gejala alam untuk menjelaskan gejala alam, ketiga fisika
komputasi yaitu, kegiatan dalam fisika yang mencoba menyelesaikan persoalan
fisika menggunakan komputasi.
Eksperimen yang dilakukan
dengan betul dan dilakukan berulang kali diperoleh hasil yang betul dapat
digunakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Beberapa teori tentang gejala alam meyatakan sama dapat ditumbangkan oleh satu eksperimen apabila hasil eksperimen
tidak sama dengan teori. Hasil eksperimenlah yang dianggap betul karena teori merumuskan
fenomena alam sesungguhnya, sedangkan
hasil eskperimen yang menunjukan fenomena alam sesungguhnya atau mengukur
keadaan alam sesungguhnya .
Metode eksperimen fisika
adalah suatu cara yang sistematis atau urut runtut atau terstruktur dan terukur
dari perlakuan sistem fisis untuk tujuan tertentu. Di dalam metode eksperimen
fisika terkandung prosedur melakukan percobaan, variabel yang diamati, variabel
kontrol, variabel terikat, pengambilan
sampling dan teknik melakukan percobaan. Metode yang tepat akan menghasilkan
hasil ukur yang baik.
Eksperimen adalah suatu
langkah atau kegiatan yang teratur dan terukur dalam memberikan perlakuan
terhadap sistem fisis untuk membuat kesimpulan. Ada 2 jenis eksperimen yaitu
eksperimen murni dan eksperimen terapan. Eksperimen murni adalah eksperimen yang
dilakukan untuk mendapatkan penjelasan fenomena alam secara mendasar yaitu
tentang apa, mengapa dan bagaimana tentang fenomena alam, sedangkan eksperimen
terapan adalah eksperimen yang dilakuan menerapkan fenomena alam yang mendasar
agar dapat digunakan untuk kehidupan manusia.
BAB II
PENGUKURAN BESARAN FISIS
A. Besaran dan satuan
Dalam mempelajari fisika tidak
lepas dengan besaran besaran-besaran fisis yang digunakan untuk menyatakan
hukum-hukum fisika. Besaran fisis kadang ada kesamaan kata dngan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya gaya, kata gaya dalam besaran fisis akan
berbeda makna dengan kata gaya yang terkandung dalam kalimat berikut: gaya
hidup anak muda lebih mungutamakan pada estetika.
Yang diutamakan dalam pengertian dari suatu
besaran adalah bagaimana mendefinisikan secara praktis dan dapat diterima
secara internasional. Definisi
kata khusus untuk fisika dapat dilihat pada kamus fisika.
Besaran fisis dapat dinyatakan secara kuantitatif
atau sesuatu yang terukur secara kuantitatif (dinyatakan dengan angka). Satuan
digunakan untuk menyatakan ukuran dari besaran.
Besaran fisis yang ada dapat
di bedakan menjadi 2 yaitu besar dasar (pokok) dan besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya
telah ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan besaran turunan adalah besaran yang
satuannya diturunkan dari besaran pokok. Pemilihan besaran pokok dilakuakan
oleh Lembaga Berat dan ukuran Internasional yang terletak di dekat Paris dan didirikan pada tahun 1875.
Pada konferensi umum mengenai
Berat dan Ukuran ke-14 (1971) menetapkan tujuh besaran sebagai besaran dasar. Ketujuh
besaran ini merupakan dasar bagi sistem Satuan Internasional yang sering
disingkat SI. Sebelum ditetapkannya sistem SI, masing-masing negara memilik
sistem satuan sendiri-sendiri. Akibatnya terjadi kesulitan dalam mengkonversi
sistem satuan tersebut. Kesulitan konversi antar satuan ini yang digunakan
sebagai alasan ditetapakan sistem SI yang berlaku secara Internasional.
Tabel 1
Besaran
|
Satuan
|
Simbol
|
Panjang
Massa
Waktu
Arus listrik
Temperatur termodinamika
Jumlah Zat
Intensitas cahaya
|
meter
kilogram
sekon
amper
kelvin
mole
candela
|
m
kg
s
A
K
mol
cd
|
Hasil ukur dari besaran fisis kadang kala menunjukan angka yang besar
atau kecil (jumlah angkanya banyak), untuk itu perlu penyerderhanaan. Pada
konferensi umum mengenai Berat dan Ukuran ke-14 juga menetakan awalan dalam
satuan yang ditujukan pada tabel 2
Tabel 2
Faktor
|
Awalan
|
Simbol
|
Faktor
|
Awalan
|
Simbol
|
1018
1015
1012
109
106
103
102
101
|
eksa (exa)
peta
tera
giga
mega
kilo
hekto (hecto)
deka (deca)
|
E
P
T
G
M
k
h
da
|
10-1
10-2
10-3
10-6
10-9
10-12
10-15
10-18
|
desi (deci)
senti (centi)
mili (milli)
mikro (micro)
nano
piko (pico)
femto
atto
|
d
c
m
μ
n
p
f
a
|
Ada sistem satuan lain yang
sering digunakam selain SI. Pertama yaitu sistem Gaussian. Kedua sitem British.
Kedua sistem ini sampe sekarang masih digunakan. Ketika kita membaca literatur,
kita perlu terlebih dahulu mencermati sistem satuan yang digunakan dalam literatur
agar tidak mengalami kebingungan.
B. Standar Alat Ukur
Pengukuran merupakan bagian
dari aktivitas dalam eksperimen.
Seseorang melakukan pengukuran dalam eksperimen untuk memperoleh nilai atau
besar dari variabel fisis yang diukur. Pengukuran variabel fisis dibutuhkan suatu alat ukur
yang digunakan sebagai standar alat ukur. Variabel fisis yang terukur bersifat
kualitatif yaitu harus dinyatakan dalam angka.
Pengukuran didefinisikan
sebagai aktifitas membandingkan besaran fisis yang diukur dengan standar alat
ukur. Masing-masing besaran fisis dapat dibandingkan dengan standar alat ukur
yang sesuai. Standar alat ukur yang dipakai sebagai pembanding besaran fisis ada
dua macam yaitu standar alat ukur mutlak dan standar alat ukur relatif.
1. Standar Alat Ukur
Mutlak
Standar
alat ukur mutlak adalah standar alat ukur yang disepakati oleh banyak orang dan
berlaku secara universal. Standar alat ukur yang berlaku secara universal
artinya standar alat ukur ini digunakan diseluruh dunia adalah sama. Standar
alat ukur mutlak yang digunakan dalam pengukuran ada dua macam yaitu standar alat ukur mutlak primer
dan standar alat ukur mutlak sekunder.
a. Standar alat ukur mutlak
primer
Standar alat ukur mutlak primer adalah
standar alat ukur yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan berlaku secara
universal. Berikut ini contoh standar alat ukur mutlak primer:
a.1. Panjang
Standar panjang internasional
pertama adalah sebuah batang terbuat dari suasa platinum - iridium yang disebut
sebagai meter-standar. Alat ukur standar ini disimpan di the International Bureau of Weights and
Measure. Panjang satu meter didefinisikan sebagai
jarak antara dua garis halus yang diguratkan pada keping emas dekat ujung-ujung
batang pada suhu 00C dan ditopang secara mekanik dengan cara
tertentu. Panjang satu meter ditentukan dari
seper sepuluh
juta kali jarak dari kutub utara ke katulistiwa sepanjang garis bujur
(meridian) yang melalui Paris. Ternyata batang standar meter yang dibuat
setelah dilakukan pengukuran dengan
teliti ada perbedaan sekitar 0,023% dari nilai yang dimaksud. Kelemahan batang meter
sebagai standar primer untuk panjang
adalah: batang tersebut mudah rusak missal akibat kebakaran atau perang.
Dalam perkembangan standar
alat ukur panjang ditetapkan suatu standar
atomik untuk panjang. Standar atomik ini ditetetapkan pa pertemuan 11 Konfernsi
Umum mengenai berat dan ukuran. Standar atomik
untuk panjang digunakan Krypton Kr86 dalam lucutan listrik. Satu
meter standar atomik untuk panjang adalah 1650763,73 kali panjang gelombang
cahaya isotop Kr86. Keuntungan standar atomik untuk panjang
memungkinkan perbandingan panjang sepuluh kali lebih baik daripada dengan
batang meter, atom Kr86 tersedia dimana yang semuanya identik dan
memancarkan cahaya dengan panjang gelombang sama.
a.2. Massa
Sandar SI yang digunakan untuk masa sebesar satu
kilogram adalah sebuah silinder
platinum-iridium yang disimpan di Lembaga Berat dan Ukuran Internasional.
Standar massa secara atomik pun dibuat. Standar atomik ini dijadikan standar
yang ke dua ( bukan standar SI). Sebagai standar atomik yaitu massa dari atom C12 yang berdasar perjanjian internasional
didefinisikan sebesar 12 satuan massa atom
terpadu (unified atomic massa
units, yang disingkat u). Besar 1 u =
1,660X 10-27 Kg
a.3. Waktu
Standar waktu yang
dipakai didefinisikan satu detik (matahari rata-rata) adalah 1/86.400 hari (matahari
rata-rata). Jam kwarsa yang didasarkan atas getaran berkala terus menerus dari
kristal kwarsa dapat dipakai sebagai standar waktu sekunder yang baik, yang diantaranya
dapat mencatat waktu selama setengah tahun dengan penyimpangan maksimum sebesar
0,02 detik. Pengunaan waktu standar adalah untuk mengukur frekuensi. Perbandinan jam kwarsa dapat dibuat
secara elektronik dengan ketelitian sekurang-kurangnya 1 bagian dalam 1010.
Ketelitian ini kira-kira 100 kali lebih baik daripada ketelitian yang dapat
dicapai pada peneraan jam kwarsa oleh pengamatan astronomis.
Pengembangan jam atomik
dilakukan untuk memperoleh standar waktu yang lebih baik. Jam atomik didasarkan
atas frekuensi karakteristik dari isotop Cs133 telah digunakan di Laboratorium Fisis Nasional (Inggris)
sejak tahun 1955. sejak tahun 1967, detik yang didasarkan atas jam cesium
sebaga standar inernasional oleh konferensi Umum mengenai Berat dan Ukuran
ketiga belas. 1 detik didefinisikan 9192631770 kali
periode transisi Cs133. Ketelitian
yang diperoleh adalah 1 bagian dalam 1012. Ketelitian jam atomik
lebih baik sekitar 103 kali daripada ketelitian dengan metoda
astronomis.
b. Standar alat ukur mutlak sekunder
Standar alat ukur
mutak sekunder dibuat dengan cara mengkalibrasi dengan standar alat ukur primer. Cantoh standar alat
ukur skunder adalah penggaris, timbangan, termometer yang dikalibrasi dari
standar alat ukur mutlak (alat-alat ukur ini digunakan dikehidupan kita).
Semua standar alat
ukur yang dikalibrasi dari standar alat ukur primer dan alat ukur yang sudah
ada disebut standar alat ukur skunder. Semakin banyak tingkatan turunan standar alat ukur memungkinkan
kesalahan kalibrasi skala ukur yang lebih besar. Dengan kata lain standar alat
ukur skunder yang langsung dikalibrasi dengan standar alat ukur primer lebih
teliti dibanding dengan standar alat ukur yang dikalibrasi dengan standar alat
ukur skunder.
2. Standar Alat Ukur
Relatif
Satandar alat ukur relatif
adalah standar alat ukur yang dibuat
oleh perorangan dan berlaku secara perorangan. Contoh standar alat ukur relatif
diantaranya adalah jengkal, langkah, potongan lidi. Satandar alat ukur relatif
biasanya yang dibuat alatnya sederhana misal alat untuk mengukur besaran
panjang.
C. Pengukuran
Pada saat melakukan eksperimen
salah satu aktifitas yang dikerjakan adalah pengukuran. Besaran-besar fisis
yang terlibat dalam eksperimen diukur untuk mengetahui pengaruh yang
dihasilkan terhadap perlakuan besaran
fisis. Mengukur adalah
aktifitas membandingkan besaran fisis dengan standar alat ukur yang sesuai. Pengukuran suatu variabel fisis suatu saat dapat dilakukan
dengan beberapa alat ukur dan beberapa cara pengukuran. Sebagai contoh: pertama,
besaran panjang dapat diukur dengan mistar, mikrometer skrup, dan jangka sorong
(vernier caliper). Kedua, besaran volume dapat diukur dengan cara langsung
dimasukan dalam cairan di gelas ukur atau dengan cara diukur tidak langsung dengan
mengukur besaran panjang, lebar, dan tinggi.
Pengukuran yang dilakukan memiliki
sifat real time dan non distruktif. Pengukuran bersifat real time adalah
pengukuran yang menunjukan hasil ukur pada saat diukur. Contoh pengukuran real
time adalah pengukuran panjang batang kayu pada suhu yang konstan. Pengukuran
suhu suatu benda sebagai contoh pengukuran yang tidak real time karena hasil
yang terlihat pada termometer bukan suhu benda saat dibaca pada alat ukur.
Pengukuran bersifat non distruktif adalah pengukuran yang tidak mengangu
sistem. Pengukuran massa suatu benda sebagai salah satu contoh pengukuran
bersifat non distruktif sedangkan
pengukuran panjang busa menggunakan mikrometer skrup salah satu contoh
pengukuran yang bersifat destruktif.
Pada saat pengukuran perlu dicermati
skala alat ukur. Alat ukur yang sama bisa jadi memiliki skala yang berbeda,
bahkan dalam satu alat ukur dapat memiliki skala ukur yang berbeda. Sebangai
cantoh: jangka sorong ada yang memiliki skala terkecil 0,1 mm dan 0,05 mm. Pengaris, multimeter, volt meter,
ampermeter sebagai contoh satu alat ukur memiliki skala terkecil berbeda.
Skala alat ukur menunjukan
ketelitian dari alat ukur untuk mengukur. Semakin kecil skala alat ukur semakin
teliti alat ukur tersebut. Begitu pula sebaliknya semakin besar skala alat ukur
semakin tidak teliti alat ukur tersebut. Satu alat ukur yang memiliki skala
terkecil berbeda berarti memiliki ketelitian yang berbeda pula pada
masing-masing skala. Berikut ini ditampilkan beberapa alat ukur.
Gambar 1: berbagai
alat ukur
Hasil suatu pengukuran kita
peroleh nila terbaiknya dan nilai ketidakpastiannya. Nilai sebenarnya dari besaran yang diukur tidak
pernah diperoleh dari pengukuran. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dalam
pengukuran. Keterbatasan
pengukuran muncul karena adanya keterbatasan skala terkecil dari alat ukur dan
sumber-sumber ralat lainnya. Hasil pengukuran sering dituliskan dalam bentuk (). Nila terbaik ditunjukan denagan dan ketidak pastian
atau ralat ditunjukan dengan Sx.
Ralat didefinisikan sebagai ketidakpastian hasil pengukuran karena adanya
keterbatasan ketelitian hasil pengukuran.
Nilai terbaik mengandung nilai pasti dan nilai taksiran. Nilai pasti
ditunjukkan oleh angka yang tertera dalam alat ukur. Nilai taksiran merupakan
angka hasil memperkirakan nilai pada skala alat ukur.
Gambar 2:
Pengukuran panjang batang
Cantoh pengukuran pada gambar 1
diperoleh hasil ukur (8,24 0,02)cm. Angka 8,24 menunjukkan nilai terbaik
dari suatu pengukuran sedangkan nilai 0,02 menunjukkan nilai ketidakpastiannya. Angka 8,2 adalah
nilai pasti karena angka ini tertera pada skala alat ukur sedangkan angka 4
pada 8,24 menunjukkan nilai taksiran karena angka ini dari hasil memperkirakan
pada skala alat ukur.
Penskalaan alat ukur bermacam
macam. Beberapa contoh skala alat ukur
ditunjukan pada gambar 1. Skala alat ukur ada yang bersifat linear dan non
linear. Skala alat ukur bersifat linear maksudnya adalah skala alat ukur yang
memiliki jarak sama antar masing-masing skala. Contoh alat ukur yang memiliki
skala bersifat linear diantaranya adalah penggaris, jangka sorong, mikrometer
skrup, dial meter, stopwach, gelas ukur. Skala alat ukur bersifat non linear
maksudnya adalah skala alat ukur yang memiliki jarak tidak sama antar
masing-masing skala. Contoh alat ukur yang memiliki skala bersifat non linear
diantaranya adalah ampermeter, voltmeter, multimeter.
Berkaitan dengan ketepatan
pengukuran dikenal dua istilah yaitu akurasi dan presisi dari hasil pengukuran.
Pengukuran yang memiliki akurasi yang tinggi apabila pengukuran tersebut
mendekati nilai sebenarnya. Pengukuran dikatakan presisi apabila pengukuran
memiliki ketidakpastian yang kecil. Kemungkinan hasil ukur diperoleh akurat dan
presisi, akurat tetapi tidak presisi, tidak akurat tetapi presisi, dan tidak
akurat dan tidak presisi. Hasil pengukuran yang memiliki ketidakpastian yang
kecil belum tentu menunjukan hasil yang baik karena bisa saja hasil ukur
tersebut tidak akurat.
Gambar: a. Contoh hasil yang
akurat tetapi tidak presisisi, b. contoh hasil yang tidak akurat tetapi presisi
BAB III
KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN
Pengukuran selalu memperoleh
hasil yang memiliki nilai bukan sebenarnya. Hasil pengukuran hanya memiliki
nilai terbaik. Maksudnya nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran hanyalah
nilai yang mendekati sesungguhnya. Nilai sebenarnya tidak pernah diperoleh dari
hasil pengukuran karena adanya keterbatasan skala terkecil dari alat ukur. Adanya
nilai ketidakpastian atau ralat dalam hasil pengukuran karena nilai
sesungguhnya tidak bisa diperoleh.
Ralat yang diperoleh dari
suatu pengukuran dapat dipandang sebagai 2 hal yaitu ralat dipandang sebagai
suatu sifat kesalahan dan dipandang sebagai suatu nila. Ralat sebagai suatu sifat
kesalah berusaha untuk di hilangakan sedangkan ralat sebagai suatu nilai tidak
bisa dihilangkan sehingga ralat hanya bisa diperkecil dengan cara mengurangi
sumber-sumber ralat.
Berdasarkan munculnya ralat
maka ralat dibedakan men jadi 2 yaitu ralat sistematis dan ralat random. Ralat
sistematis yaitu ralat yang muncul dari serentetan pengukuran (pengukuran
berulang) yang dilalukan dengan cara yang sama dan menghasilkan kesalahan yang
sama. Ralat sistematis muncul akibat keterbatasan dari alat ukur. Ralat ini
bisa dihilangkan dengan memperbaiki ketelitian skala alat ukur. Ralat ramdom
adalah ralat yang terjadi akibat pengukuran berulang yang dilakukan dengan cara
yang sama dan menghasilkan kesalahan
yang berbeda-beda dari setiap pengukuran. Ralat random tidak bisa dihilangkan
karena sumber ralatnya tidak hanya dari alat ukur. Ralat ramdom bisa diperkecil
nilainya dengan cara meminimalkan pengaruh dari sumber ralat.
Ralat adalah Ketidakpastian
hasil ukur yang disebabkan oleh
keterbatasan ketelitian pengukuran atau selisih antara hasil ukiur dengan nilai
sebenarnya. Ketelitian hasil ukur dipengaruhi beberapa hal yang disebut sebagai
sumber-sumber ralat. Berikut ini beberapa sumber ralat yang dapat mempengaruhi
pengukuran:
1. Subyek atau pengamat
yaitu ralat yang disebabkan oleh pelaku pengukuran atau penelitian. Contoh
ralat berasal bersumber dari subyek pengukuran adalah:
a. pembacaan skala alat
ukur dengan cara yang salah.
Sebagai contoh
salah dalam membaca skala alat ukur dalam jangka sorong dan mikrometer skrup.
b. Kondisi fisik pengamat.
Sebagai contoh
kondisi fisik pengamat adalah mata yang tidak normal (memakai kaca mata),
pendengaran yang berkurang kepekaanya
c. Efek psikologis.
Kondisi
psikologis pengamat dapat mempengaruhi pada saat pengukuran. Sebagai contoh
efek psikologis yaitu adanya keinginan untuk mencocokan hasil ukur dengan nilai
acuan, perasaan suka dan tidak suka dengan warna tertentu, pikiran yang kacau karena br menghadapi permasalahan
pribadi.
d. Respon pengamat
terhadap rangasang
Suatu saat
pengukuran membutuhkan pelaku yang memiliki waktu respon atau reaksi yang cepat.
Misalnya pengukuran waktu yang dibutuhkan dalam ayunan harmonik sederhana.
Pengamat harus cepat memulai dan menghentikan stopwach pada saat ayunan dimulai
dan ayunan terakhir (jumlah ayunan sesuai yang dikehendaki)
2. obyek
Sumber ralat berasal dari
obyek maksudnya obyek memberikan kesalahan hasil pengukuran diukur saat
dilakukan pengukuran karena obyek mengalami perubahan atau obyek tidak sesuai
dengan yang dikehendaki. Sebagai contoh ralat bersumber dari obyek adalah:
a. obyek dipengaruhi
oleh linkungan luar. Misalnya: pengukuran panjang besi pada suhu yang ber beda,
mengukur tekanan udara pada suhu yang berbeda, pengukuran intensitas bunyi pada
kondisi yang bising, pengukuran panjang gelambang warna sinar tidak pada
ruangan yang gelap.
b. Obyek tidak unifrom
atau tidak merata
Obyek yang
tidak merata kondisi fisik akan mempengaruhi hasil ukur. Misalnya pada saat
pengukuran muai panjang logam pada logam yang tidak homogen atau tidak sama
massa jenisnya sehingga masing-masing bagian kecepatan rambat panasnya tidak
sama, pengukuran tekanan udara luar pada daerah panas dan teduh atau ketinggian
daerah tidak sama.
c. Obyek dipengaruhi
oleh alat ukur
Kondisi obyek
berubah karena pengaruh alat ukur sehinnga hasi ukurnya mengalamikesalahan.
Misalnya mengukur panjang busa dengan mikrometer skrup atau jangka sorong maka
busa akan tertekan shingga mengalami pemendekan.
3. Alat-alat eksperimen
Peralatan
dalam eksperimen juga dapat menyebabkan kesalah dalam pengukuran. Beberapa
peralatan eksperimen sebagai sumber ralat adalah:
a. alat-alat pendukung
eksperimen misalnya: lensa, statif (alat penyangga), kabel.
b. alat ukur misalnya:
salah kalibrasi skala alat ukur, alat ukur dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
alat ukur mempunyai watak non linear.
a.1. kesalahan
kalibrasi melekat pada alat ukur. Kesalahan kalibrasi terjadi pada saat
pembuatan skala pada alat ukur, penentuan posisi skala nol (0) pada alat ukur.
a.2. alat
ukur dipengaruhi kondisi luar. Alat ukut akan menunjukan pengukuran yang salah
karena kondisi luar berpengaruh pada alat ukur. Misalanya pengunaan multimeter,
ampemeter, volmeter, dan osiloscope pada daerah yang dipengaruhi medan magnet.
Pengunaan termometer akan dipengaruhi kondisi suhu disekitarnya.
a.3. alat
ukur mempunya watak yang non liner. Skala alat ukur belum tentu memiliki jarak
skala satu dengan yang lainnya sama. Alat ukur yang jarak antara skala satu
dengan yang lainya (menunjukan satu skala terkecil) tidak sama disebut alat
ukur yang memiliki watak non liner. Contoh alat ukur yang mempunyai watak non
linear adalah ampermeter, voltmeter. Alat ukur yang memiliki jarak antara skala
satu dengan yang lainya (menujukan satu skala terkecil) yang sama disebut alat
ukur yang memiliki watak linear. Contoh alat ukur yang mempunyai watak linear
adalah penggaris, jangka sorong, mikrometer skrup, termometer, dialmeter,
stopwach.
|
||||
|
||||
Gambar : a. alat ukur yang memiliki watak non linear, b. alat ukur yamg
memiliki watak linear
4. Metode
Metode yang digunakan dalam
eksperimen akan memberi sumbangan kesalaha pada hasil ukur. Contoh sumber ralat
yang berasal dari metode yang dipakai diantaranya adalah:
a. teori terlalu
sederhana
misalnya pada saat pengukuran besar
variabel tengangan (V), arus (I), hambatan (R) tedar memperhitungkan hambatan dalan sumbertegangan dan hambatan
dari kabel.
b. Pembulatan hasil
perhitungan.
Pembulatan hasil perhitungan bisa
mengakibatkan hasil ukur bertambah besar atau semakin kecil. Agar efek
pembulatan kecil terhadap hasil ukur sebaiknya pembulatan dilakukan pada akhir
perhitungan.
c. Rumus yang digunakan
Eskperimen menggunakan rumus-rumus
pendekatan yang mengabaikan suku-suku yang lebih.misalnya pada percobaan ayunan
harmonik sederhana menggunakan pendekatan sin =pada saat mendekati 0
d. Teknik penggunaan
alat ukur
Prinsip kerja alat ukur perlu diperhatikan agar saat mengunakan betul.
Sebagai contoh termometer menggunakan prinsip kerja pemuaian. Air raksa atau
alkohol akan memuai jika mendapat panas atau sebaliknya akan menyusut jika
kalor yang mengenainya berkurang. Pengunaan termometer yang tepat adalah tandon
air raksa atau alkohol yang dimasukan pada benda yang diukur, batang tidak
langsung dipegan menggunakan tangan.
BAB IV
PENULISAN HASIL UKUR
A. Angka penting
Pengukuran
pada eksperimen akan diperoleh hasil ukur. Hasil ukur terhadap hadap besaran
fisis adalah berupa angka. Hasil ukur ditulis dalam bentuk (). Angka dari hasil
ukur ini sebagai data yang akan akan dianalisis. Hasil ukur atau data ini harus
didokumenkan dengan baik agar tidak mengalami kesalahan memasukan data pada
saat analisis data.
Semua angka
dari hasil pengukuran adalah angka penting. Aturan angka penting dibutuhkan dibutuhkan pada
saat penulisan hasil ukur. Penulisan
angka penting menikuti aturan sebagai berikut:
- digit bukan nol (0) yang paling kiri adalah digit yang paling penting.
Contoh: 879054 dan 0,003456. Angka 8 pada
879054 dan 3 pada 0,003456 adalah angka paling kiri yang bukan nol sehingga
angka 8 dan angka 3 adalah angka yang paling penting.
- jika tidak terdapat tanda decimal pada angka, maka digit bukan nol paling kana adalah digit yang paling tidak penting. Contoh: 5423 dan 6890. angka 3 pada 5423 dan dan 9 pada 6890 merupakan angka paling tidak penting.
- jika terdapat tanda desimal, maka digit paling kanan adalah digit paling tidak bermakna walaupun angka nol (0). Contoh: 893,750 dan 765,71. Angka 0 pada 893,750 dan angka 1 pada 765,71 adalah angka paling tidak bermakna.
- semua digit yang berada diantara most (paling peting) dan least (paling tidak penting) adalah digit penting. Contoh 32578 dan 0,02845. Angka 2, 5, 7 pada 32578 dan 8, 4 pada 0,02845 adalah angka penting.
Penulisan
hasil ukur menuntut jumlah angka pentingnya tertentu. Jumlah angka penting yang
belum sesuai dengan keperluan dapat dibuat jumlah angka pentingnya sesuai dengan
yang diperlukan yaitu diantaranya dengan pembulatan dan angka dikalikan dengan
bilangan 10n. Tata cara pembulatan akan dibahas pada subab aturan
pembulatan. Khusus untuk bilangan dikalikan dengan 10n apabila ingin
membuat angka nol (0) yang bukan angka penting menjadi angka penting. Contoh:
450 memiliki 2 angka penting agar menjadi 3 angka penting menjadi 45,0 ´ 101 atau 4,50 ´ 102.
B. Aturan pembulatan
Pada saat
analisis data atau penulisan hasil ukur suatu saat perlu pembulatan. Pembulatan
dilakukan pada saat analisis data untuk menyederhanakan hitungan, sedang pada
penulisan hasil ukur dilakukan untuk memenuhi aturan penulisan hasil ukur.
Pembulatan pada penulisan hasil ukur dapat dilakukan pada nilai taksiran
terbaiknya dan ketidak pastiannya.
Pembulatan
angka dimulai dari digit paling kiri. Pembulatan dilakukantahap demi tahap dari
digit paling kanan menuju digit didepannya (kiri digit yang dibulatkan).
Berikut ini aturan pembulatan angka:
1. > 0,5 angka
dibulatkan keatas. Sebagai contoh 67,876 dibulatkan menjadi 67,88.
2. < 0,5 angka
dibulatkan kebawah. Sebagai contoh 75,624 dibulatkan menjadi 75,62.
3. = 0,5 angka
dapat dibulatkan kebawah atau ke atas. Angka 0,5 dibulatkan kebawah apabila
angka didepannya merupakan angka genap, sedangkan angka 0,5 dibulatkan keatas
apabila angka didepannya adalah angka ganjil. Sebagai contoh 3,425 dibulatkan
menjadi 3,42. angka 5 dibulatkan kebawah karena depan angka 5 merupakan angka
genap. Bilangan 79,8435 dapat dibulatkan menjadi 79,844. angka 5 dibulatkan
keatas karena angka didepan angka 5 adalah angka ganjil.
C. Menuliskan hasil ukur
Perlu
dicermati dalam penulisan hasil ukur. Prosedur penulisan hasil ukur perlu
dilakukan agar penulisan hasil ukur baik dan tepat. Nila perkiraan terbaik
harus sesuai digit ( posisi) angkanya
dengan nilai ketidakpastiannya. Hasil ukur dituliskan sebagai berikut:
1. () satuan,
2. Sx (ralat) hanya mengandung satu angka penting,
3.
penulisan () memiliki makna nilai pengukuran berada pada rentang () sampai dengan ().
Penulisan
hasil ukur agar baik dan tepat harus mentaati prosedur penulisan hasil ukur.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan hasil ukur adalah kesesuaian antara nilai pengukuran
terbaiknya dengan nilai ketidakpastiannya. Berikut prosedur penulisan hasil
pengukuran:
- tentukan nila ketidakpastiannya,
- bulatkan nilai ketidak pastian sampai memiliki satu angka penting,
- sesuaikan nilai pengukuran terbaikanya dengan nilai ketidak pastiannya. Nilai pengukuran terbaik yang disesuaikan dengan nilai ketidakpantianya adalah:
a. satuan keduanya nilai pengukuran
terbaik dan nilai ketidakpastian harus sama,
b. nilai pengukuran terbaiknya harus memperhatikan posisi nilai ketidak
pastiannya,
c. orde keduanya nilai pengukuran
terbaik dan nilai ketidakpastian harus sama.
Contoh suatu pengukuran massa sebuah benda
diperoleh hasil X = 7,8345 kg dan Sx = 0,321 g. Penulisan hasil ukur yang baik
adalah () =
(7834,5 0,3) g
BAB V
PENENTUAN HASIL UKUR
A. Pengukuran Tunggal
Pengukuran
dilakukan untuk memperoleh hasil ukur. Pada pengukuran harus menentukan berapa
besar variabel atau besaran fisis yang di ukur. Penentuan hasil ukur disesuaikan dengan alat ukur yang
diguakan dan kondisi fisik yang diukur. Alat satu dengan lainnya dapat berbeda
dalam penentuan hasil ukur. Begitu pula untuk kondisi fisik yang diukur yang
tidak sama akan membutuhkan cara penentuan hasil ukur yang berbeda. Hasil
pengukuran harus menunjukan keadaan fisis yang sesungguhnya.
Hasil
pengukuran dituliskan dalam bentuk (). Pada pengukuran tunggal
nilai merupakan hasil
pembacaan pada skala alat ukur yang berupa nilai pasti dan taksiran. Pada
pengukuran berulang nilaimerupakan hasil rata-rata dari pengukuran berulang. Sx merupakan nilai ralat dari pengukuran.
Pada pengukuran tunggal Sx
merupakan nilai perkiraan ketidak pastian, sedangkan pada pengukuran berulang
merupakan simpangan sebaran data.
- memperkirakan nilai ketidakpastian
Sub bab ini akan
membahas cara memperkirakan nilai ralat pada pengukuran tunggal. Cara
memperkirakan ralat pada pengukuran berulang akan dibahas pada sub bab
tersendiri. Ralat pada pengukuran tunggal bersumber dari alat ukur. Ketelitian
alat ukur yang ditunjukan dengan sekala terkecil alat ukur akan mempengaruhi
besar nilai ralatnya. Semakin kecil sekala pada alat ukur akan diperoleh
kesalahan yang semakin kecil pada pengukuran tunggal.
Sekala alat ukur
sangat menentukan nilai ralat dalam pengukuran tunggal. Alat ukur yang memiliki
watak linear besar nilai sekala terkecil selalu sama sehingga ketelitian alat
ukur selalu sama. Alat ukur yang memiliki watak non linear memiliki besar
sekala terkecil yang berbeda-beda sehingga ketelitian alat ukurnya akan
berbeda-beda. Nilai sekala terkecil ini yang akan berpengaruh pada penentuan
beasar nilai ketidak pastian
Pengukuran tunggal
dilakukan apabila sumber ralat hanya dari alat ukur. Keadaan pengukuran tenang
(tanpa goncangan), sumber-sumber ralat selain alat ukur tidak muncul dapat
dilakukan pengukuran berulang. Pengukuran tunggal perlu diyakinkan terlebih
dahulu bahwa sumber ralatnya hanya dari alat ukur. Perlu uji coba pengukuran
terlebih dahulu untuk mengetahui bahwa sumber ralat hanya dari alat ukur.
Dalam pengukuran tunggal penentuan
ralat tidak ada rumus yang pasti untuk menyatakan besarnya ralat termasuk
mengunakan 0,5 nst, ralat ditentukan oleh keputusan profesional masing-masing
orang berdasarkan intuisi dan pemahamannya secara rasional.
b. Penentuan Hasil Ukur
Pembacaan hasil
ukur harus menunjukan kondisi fisik sebenarnya dari benda yang diukur. Pada
pengukuran tunggal cermati sekala yang menunjukan keberadaan dari variabel yang
diukur. Suatu saat besar ralat sama dengan setengah nilai sekala terkecil dapat
mewakili ralat hasil ukur apa bila tidak
dapat memperkirakan nilai yang lebih kecil lagi. Berikut ini contoh penentuan
hasil ukur dan cara memperkirakan ralat pada berbagai alat ukur dan kondisi
fisik yang diukur:
1.
|
|
Nilai hasil pengukuran adalah:
() = (9,64 0,01) cm
2.
Nilai hasil pengukuran adalah: () = (8,120,01) cm
Perbedaan
sekala alat ukurantara nomor 1 dan 2 adalah pada lebar garis sekala. Sekala
alat ukur nomer satu lebih tipis dibanding nomor 2. Pada pengukuran ini harus
dilihat terlebih dahulu posisi nol dari benda yang diukur. Garis sekala lebar diperlukan acuan posisi
nol untuk menentukan posisi-pasisi skala berikutnya. Misalnya jika pada gambar
digunakan acuan skala nolnya pada bagian kanan garis maka semua sekala
mengunakan acuan bagian kanan dari garis skala tersebut.
3.
Nilai hasil pengukuran adalah: () = (21,5 0,3) cm
Alat ukur ini
memeliki jarum penunjuk yang lebar. Penggunaan alat ukur ini juga harus
memperhatikan posisi jarum saat berada di sekala nol. Letak garis sekala nol
pada jarum penunjuk digunakan sebagai acuan untuk garis-garis sekala
berikutnya. Penentuan posisi garis sekala boleh pada posisi kanan, kiri atau
tengah. Apabila mengambil pasisi bagian kanan atau kiri dari jarum penunjuk
cara menentukan hasil pengukuran sama kasusnya dengan nomor 1. Apabila posisi
nol diambil pada tengah-tengah jarum cara penentuan hasil ukur adalah tentukaan
nila jarum sebelah kanan (pada gambar mennunjukan nilai 21,8) dan tentukan
nilai jarum sebelah kiri (pada gambar mennunjukan nilai 21,2). Selanjutnya
kedua nilai tersebut dijumlahkan dan hasilnya dibagi 2. Hasil pembagian ini
menunjukan nilai posisi tengah-tengah jarum.
|
|
Nilai hasil pengukuran adalah:
() = (27,5 0,1) cm
Pengukuran dengan kandisi
fisik yang diukur berupa lengkungan seperti gambar nomor 4 cara menentukan
hasil pengukuran mirip dengan nomor 3.
B. Pengukuran
Berulang
Pengukuran berulang dilakukan apabila sumber kesalahan saat pengukuran
tidak hanya disebabkan oleh ketelitian alat ukur saja. Beberapa sumber ralat berpengaruh pada
pengukuran sehingga saat pengukuran diproleh hasil yang berbeda-beda. Penentuan
nilai terbaik dari pengukuran berulang ini dengan merata-rata nilai hasil ukur
setiap pengulangan pengukuran.
Nilai hasil pengukuran yang berupa ()
menunjukan nilai rata-rata hasil pengukuran dan simpangan atau standar deviasi.
Nilai rata-rata pengukuran menunjukan nilai terbaik dari suatu pengukuran,
sedangkan nilai standar deviasi menunjukan nilai ketidakpastian dari suatu
pengukuran. Hasil pengukuran berulang hasil pengukurannya akan bervareasi
disekitar nilai tengahnya. Hal ini disebabkan oleh:
1. adanya kesulitan
dalam melakuan pengukuran. Misalnya
mengukur panjang pegas yang lentur, menentukan waktu saat benda akan bergerak,
2. adanya vareasi medium.
Maksudnya adalah medium tempat melakukan pengukuran bervareasi. Misalanya
mengukur benda di dalam air dari luar air atau udara yang posisinya berbera
dengan sesungguhnya, mengukur panjang logam dengan suhu udara luar yang berubah
ubah, melakukan percobaan hukum boyle-gaylusac dengan tekanan udara luar yang
berubah-ubah,
3. adanya sifat
fluktuatis dari objek yang diukur. Misalnya mengukur curah hujan, mengukur koefisien muai panjang besi
dengan kerapatan besi tidak sama, debit air sungai, kecepatan angin, suhu
lingkungan, tekanan barometer (tekanan udara luar).
Hasil pengukuran berulang adalah sebaran nilai disekitar nilai
rata-ratanya. Data yang diperoleh dari pengukuran berulang mengambarkan satu
set nilai hasil pengukuran sebanyak N data dari suatu variabel fisis yang
diukur. N data ini tersebar disekitar Nilai
rata-ratanya () yaitu dari () sampe dengan (). Nilai rata-rata dari satu set pengukuran atau N data dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dengan = nilai rata-rata hasil ukur
= Nilai data ke i
N =
Banyaknya data pengulangan
Penentuan
nilai simpangan dari pengukuran (Sx)
ada beberapa cara yaitu:
1. jika data berupa
distribusi induk (N = ~).
Simpangan
rata-rata (S2) =
2. jika data jumlahnya
berhingga.
Ragam sampel
(S2) =
3. jika data berupa N
set pengukuran.
Ragam rerata
sampel (S2) =
Nilai Sx merupakan standar deviasi
dari sebaran nilai. Bsar standar deviasi dari sebaran nilai adalah sehingga Sx ==